Sabtu, 28 Mei 2011

MEMARAHI & MEMUKUL ANAK BUKAN TINDAKAN YANG BIJAK !

Sebuah penelitian menyatakan bahwa memarahi & memukul anak akan mengajarkan pada anak untuk bersikap menyerang dan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Riset tersebut juga menyatakan bahwa seringnya orangtua memukul anaknya, akan merendahkan self-esteem dan menyebabkan depresi pada anak, bahkan hingga ia dewasa. Lalu, cara seperti apakah yang bisa orangtua lakukan untuk menangani anaknya yang nakal, selain memberinya pukulan. Berikut beberapa  cara yang bisa menjadi alternatif bagi orangtua dalam mendidik anak mereka.


Memarahi seorang anak yang bersalah atau yang melanggar sebuah aturan boleh-boleh saja. Bahkan bila kesalahan yang diperbuatnya itu relatif berat, marahnya orang tua kepada anak diharuskan, demi perbaikan perilaku si anak itu sendiri.
Yang harus dihindari adalah marah yang tak terkendali, membabi buta, dan tidak proporsional kepada mereka. Harus diingat, bahwa anak adalah mahluk kecil yang umurnya jauh di bawah kita, yang pengalaman hidupnya masih sangat sedikit, dan manusia kemarin sore yang masih sangat butuh bimbingan dari kita sebagai orang tuanya. Oleh Karena itu kita dituntut lebih bijaksana dalam menyikapi segala tindak tanduk keseharian mereka.
Dan marahnya kita pada mereka hendaknya bukan dikarenakan rasa dendam atau rasa benci yang mendalam, tapi harus didasarkan pada rasa kasih dan sayang. Hal ini akan sangat sulit dilakukan bila anak yang kita marahi itu bukan anak kandung, tapi anak orang lain alias murid-murid kita. Padahal justru memarahi anak orang lain akan lebih beresiko, selain harus bijaksana, kita juga harus berhati-hati dalam berucap ketika marah, sebab bila si anak laporan pada orang tuanya lalu orang tuanya salah menafsirkan kemarahan kita itu, tentu akan menimbulkan masalah baru.
Jadi ternyata marah pun ada etikanya, ada rambu-rambunya, bila kita tak ingin terjebak dalam emosi kita sendiri yang tak terkendali.
Saya menulis semua ini tidak mengacu pada referensi ilmu jiwa apa pun. Juga tidak berdasarkan pada teori seorang psikiater pun. Saya hanya mengandalkan rasa, logika, dan pengalaman yang pernah saya alami, baik ketika saya masih anak-anak yang sering kena marah orang dewasa, maupun ketika saya sudah menjadi ibu dari empat orang anak, dan menjadi guru dari ratusan murid.
Pada dasarnya semua anak di manapun berada tak pernah bermimpi akan dimarahi orang dewasa. Dan pada dasarnya pula mereka ingin dihargai sebagai seorang individu. Rupanya si anak akan berbalik hormat dan patuh pada kita bila kita pun mampu menyelami segenap perasaannya.
Sebelum kita marah, pastikan terlebih dahulu, apa kesalahan anak itu dan kenapa dia berbuat seperti itu. Dengarkanlah dengan seksama semua pengakuannya dan tanggapilah. Bisa jadi argumen yang dia lontarkan memang benar adanya.
Marahlah pada mereka sesuai dengan kapasitas kesalahannya. Jangan pernah marah dengan nada menekan, menindas, atau melucuti harga dirinya. Semua tindakan itu akan lebih melukai jiwanya dari pada tindakan fisik, sebab jiwa mereka masih rapuh, mudah goncang, dan cepat putus asa. Pada beberapa anak yang berkarakter keras, semua tindakan orang dewasa itu cenderung memunculkan rasa ingin memberontak dalam dirinya.
Marahlah pada saat mereka tidak bersama teman-temannya, serta hindari memarahi dia di depan umum. Marahlah pada mereka dengan tidak melibatkan orang lain. Jangan pernah meminta bantuan teman sejawat kita untuk ikut memarahinya.
Saya selalu merasa miris saat menyaksikan murid yang bersalah, didakwa rame-rame di ruang guru, dikeroyok dan diberondong oleh cacian dan makian beberapa orang guru. Padahal yang berkepentingan menangani masalah anak tersebut hanya dua orang saja, yaitu wali kelasnya dan guru BP. Seandainya para guru tersebut ingin ikut andil menyelesaikan permasalahan si murid, saya kira bukan begitu caranya. Kita sendiri pun yang sudah dewasa belum tentu tahan menghadapi bentakan banyak orang. Karena itu jangan heran bila murid tersebut bukannya tunduk atau patuh, malah melawan dengan balik menghardik salah seorang di antara ibu gurunya. Semua itu dia lakukan barangkali sebagai pertahanan dirinya yang terakhir. Masih untung murid tersebut tidak berkata seperti ini, “Kok beraninya keroyokan, sih? Coba sini maju satu-satu deh!”
Padahal kita sebagai pendidik, tentu lebih tahu, bahwa ada cara marah yang lebih elegant, terhormat, dan intelek, yaitu dengan mengajak si anak tersebut ke ruangan khusus, ruang BP misalnya. Lalu proseslah di tempat itu. Kemudian berilah pengarahan-pengarahan bijak, agar si anak menyadari kekeliruannya dan tidak muncul rasa dendam. Untuk apa ada badan Bimbingan dan Penyuluhan, bila cara penyelesaian masalah siswa masih seperti itu. Fungsikanlah guru BP sebagai mana mestinya!!

MEMUKUL BUKAN CARA TERBAIK MENDISIPLINKAN ANAK

Dengan memukul anak, itu sama saja Anda mengirimkan pesan pada anak bahwa memukulnya bukanlah masalah. Mereka cenderung berpikir bahwa solusi setiap masalah adalah memukul si pembuat masalah. Sayangnya, tanpa disadari banyak orangtua menyarankan orangtua lainnya untuk tidak memukul anak, justru sering melakukannya ketika mendapati anak mereka berbuat keliru.

Tindakan Anda akan membekas hingga si kecil tumbuh dewasa nantinya. Ia tak akan segan memukul anaknya (cucu Anda) seperti yang Anda lakukan terhadapnya. Sudah sepatunya orangtua menjadi teladan yang baik dalam berbagai hal.

TETAP TENANG
 
Saat anda merasa marah pada anak anda, dan kemarahan tersebut rasanya sudah tidak terkontrol, sehingga anda berkeinginan memukul anak anda, yang bisa anda lakukan pada situasi tersebut yaitu meninggalkannya sejenak untuk menenangkan diri. Biasanya setelah anda dalam keadaan tenang, anda akan menemukan solusi lain terhadap masalah yang anda hadapi. Jika anda terpaksa tidak bisa meninggalkan situasi tersebut, anda bisa menenangkan diri dengan cara menghela nafas sejenak, dengan memejamkan mata sambil menghitung hingga sepuluh, atau hingga anda merasa lebih tenang.

ALASAN ORANG TUA MEMUKUL ANAK

Salah satu situasi yang membuat orangtua memukul anak mereka, adalah saat anak tidak mematuhi perintah yang katakan orangtua untuk tidak bersikap nakal, sehingga pukulan adalah cara yang mereka pilih. Jika anda menghadapi situasi seperti ini, yang bisa anda lakukan adalah lakukan eye contact dengan anak anda, berjongkoklah agar mata anda berada tepat didepan matanya, kemudian tataplah matanya dalam dan tegas, sentuhlah punggungnya, dan katakan padanya dengan ucapan yang lembut namun tegas tentang apa yang anda ingin ia lakukan, misalnya “Mama ingin kamu bermain dengan tenang”, dan sabagainya.

MEMBERIKAN KONSEKUENSI YANG LOGIS
 
konsekuansi yang logis terhadap kenakalan sikecil yaitu mengajarkannya untuk bertanggungjawab terhadap kenakalannya yang ia lakukan. Dalam sebuah kasus, misalnya, saat sikecil memecahkan kaca jendela tetangga dan anda menghukumnya dengan memukulnya bisa jadi hukuman tersebut akan membuat sikecil tidak akan mengulang perbuatannya lagi, namun selain itu, sikecil juga akan belajar bahwa ia harus menyembunyikan kesalahannya dari anda, menyalahkan orang lain, berbohong, atau berupaya agar tidak ketahuan oleh anda. Ia juga akan merasa marah dan dendam pada anda akibat pukulan yang anda berikan. Sikap penurutnya didasari perasaan takut anda pukul lagi, bukan karena menghormati anda sebagai orangtuanya.
Bandingkan efek yang ditimbulkan jika anda memberikan hukuman yang logis pada sikecil dibanding memukulnya, misalnya anda bisa mengatakan dengan nada suara yang tegas  padanya bahwa “Mama tahu kamu baru saja memecahkan jendela rumah tetangga sebelah, lalu apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaikinya?”. Dengan demikian sikecil akan mencari cara bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut pada tetangga anda, paling tidak ia akan berinisiatif meminta maaf pada tetangga anda, atau bahkan mau mencuci mobil tetangga selama beberapa waktu untuk mengganti kaca yang ia pecahkan. Situasi tersebut akan mengajarkan sikecil bahwa kesalahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup, dan meski ia telah membuat kesalahan, namun jika ia mau mempertanggungjawabkan kesalahannya, dan memperbaikinya, maka semuanya akan baik-baik saja. Ia juga tidak akan marah dan dendam pada orangtuanya, yang terpenting self-esteem nya tidak akan runtuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar